KITAB
SUCI AGAMA KHONGHUCU
Kitab suci merupakan suatu pedoman utama bagi para
pengikutnya. Karena, dari kitab suci itulah kita dapat mengetahui kebanaran
suatu agama. Kitab suci suatu agama adalah kitab yang berisikan ajaran moral
yang dapat dijadikan pandangan hidup bagi para pengikutnya. Disamping itu kitab
suci suatu agama juga merupakan suatu hal yang sakral dan disucikan oleh para
pengikutnya, dihormati dan dijaga otentisitas isinya. Oleh karena itu jika ada
orang atau sekelompok orang yang sengaja menodai, menghina kitab suci orang
lain, oprang tersebut harus berhadapan dengan pengikutnya.
Dengan melihat kitab suci suatu agama kita dapat
mengetahui ajaran agama tersebut, karena tanpa adanya kitab, sulit bagi kita
untuk mengetahui apa sebenarnya yang terkandung dalam agama yang mereka anut,
tidak hanya itu, kitab suci juga dapat dijadikan bahan dalam membandingkan
ajaran suatu agama dengan agama lain. Begitu juga dengan agama Konghucu.
Kitab-kitab yang dianggap suci dan dijadikan pedoman bagi kehidupan beragama
umat Konghucu adalah “Su Si” (kitab yang empat atau kumpulan dari empat
buah kitab) dan Wu Chang atau Ngo King (Lima kitab). Bagian
kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:
A.
Kitab Suci Agama
Khonghucu
1.
Su Si
(Empat Kitab)
Kitab Su Si ini bahasa aslinya adalah bahasa
Mandarin (bahasa nasional Cina). Kitab ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh MMATAKIN. Kitab ini selalu dipakai dalam upacara agama Konghucu,
seperti dfalam upacara pernikahan dan upacara kematian. Terjemahan dari kitab Su
Si ini, baik dalam bentuk dan tebalnya tak ubah seperti alkitab dalam agama
Kristen.
Kitab setebal 823 halaman ini dibagi menjadi 4 buah
kitab. Pada sampul depan kitab ini ditulis Pat Sing Ciam Kwi (delapan
pengakuan iman) dari agama Konghucu. Delapan pengakuan iman ini menyerupai
rukun iman yang terdapat dalam agama islam. Salah satu butir dari delapan
pengakuan iman dalam agama Konghucu yang mirip dengan ajaram keimanan dalam
islam yakni “beriman pada kitab Su Si” yaitu kitab suci agama Konghucu.[1]
Kitab Su Si ini terdiri dari empat buah kitab yang
dihimpun menjadi satu kitab. Keempat kitab tersebut adalah:
a. Kitab Thai Hak (Ajaran Besar)
Ching Zi adalah murid
Khonghucu yang menulis kitab ini dan disusun kembali menjadi 1 bab utama dan 10
bab uraian oleh Zi Hi (masa Neo-Konfusianisme). Kitab ini merupakan kitab
panduan pembinaan diri yang berisi tentang etika dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, Negara, dan dunia.[2]
Dalam kata pengantar kitab Thai Hak tersebut dikatakan bahwa Thai Hak ini adalah kitab warisan mulia
kaum Khong yang merupakan ajaran permulaan untuk memasuki pintu gerbang
kebijaksanaan. Dengan mempelajari kitab Thai
Hak ini dapat diketahui cara belajar orang zaman dulu. Siapa yang akan
mempelajari kitab-kitab lain seperti Lun
Yu atau Lun Gi (sabda suci), Tiong Young atau Zhong Young (Tengah Sempurna), dan Bingcu atau Mencius, dapat mulai
dengan mempelajari kitab Thai Hak
ini.
Kitab Thai Hak ini terdiri dari 10 bab, dan diawali dengan bab utama. Bab
utama terdiri dari 9 ayat: 4 ayat untuk bab I, 4 ayat untuk bab II, 5 ayat
untuk bab III, 1 ayat untuk bab IV, 3 ayat untuk bab V, 4 ayat untuk bab VI, 3
ayat untuk bab VII, 3 ayat untuk bab VIII, 9 ayat untuk bab IX, 23 ayat untuk
bab X. dengan demikian, jumlah keseluruhan ayat dalam kitab Thai Hak ini adalah 68 ayat.
Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, isi dari kitab Thai Hak
ini sarat dengan nilai-nilai etika.baik itu yang berhubungan dengan etika dalam
kehidupan rumah tangga, maupun etika dalam bernegara.
b. Kitab Tiong Young (Tengah sempurna)
Kitab Tiong Young ini terdiri dari
32 bab dan ditambah dengan bab utama. Tiong
Young atau Zhong Young atau The Doctrine of the Mean ini ditulis
oleh Zi Shi, yaitu cucu Khonghucu yang kemudian disusun kembali oleh Zi Hi
mejadi satu bab utama sebanyak 32 bab uraian.[3]
Kitab ini sedah diterjemahka oleh MATAKIN kedalam bahasa Indonesia, dan
kemudian diletakan setelah kitab Thai Hak (ajaran besar).
Diatas telah telah
dijelaskan mengenai kitab Tiong young
yang artinya tengah sempurna. Apakah yang dimaksud dengan tengah sempurnya itu?
Di dalam kata pengantar kitab ini dijeaskan bahwa “tengah” diartikan tepat
sasaran, ditambah lagi bahwa “tengah” itu adalah “jalan yang lurus didunia” dan
”sempurna” dalah “hukum tetap disunia”. Dan dapat juga dapat dikatakan bahwa
“tengah sempurna” itu adalah berbuat sesuai hukum alam.
Kegembiraan, kemarahan,
kesedihan, dan kesenangan sebelum itu muncul masih dapat dikatakan “tengah”,
tapi apabila itu sudah timbul, namun masih dalam batas tengah, ia dapat
dikatakan “harmonis”. Tengahdikatakan juga sebagai pokok dari dunia dan
keharmonisan dapat dikatakan sebagai cara dalam menempuh jalan suci didunia.
Bila tengah dan harmoi tersebut dapat terwujud, sejahtera di langit dan dibumi
akan tercapai, semua makhluk dan benda akan dapat terpelihara. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa Tiong Young
(tengah sempurna) merupakan cita-cita seluruh umat manusia yang harus diwujudkan
di dunia ini.[4]
Dalam kitab ini, disamping
membicarakan tentang Tiong Young itu
sendiri, juga membicarakan tentang arti agama. Dalam bab utama dari kitab ini
dijelaskan bahwa firman Thain (Tuhan
Yang Maha Esa) itu dinamakan watak sejati. Hidup mengikuti watak sejati
dinamakan menempuh jalan suci. Bimbingan menempuh jalan suci itu dinamakan
agama. Dalam ayat selanjutnya (ayat 2) dikatakan bahwa jalan suci itu tidak
boleh terpisah sedikitpun dari kehidupan manusia, dan kalau terpisah, ia tidak
dapat dikatakan jalan suci maka seorang kuncu
(susilawan) berhati-hati kepada Dia (Thian) yang tidak kelihatan dan takut
pada-Nya (Thian) yang tidak
terdengar.[5]
Ayat 1 dan 2 dari bab utama
diatas, Konghucu tidak hanya bicara mengenai arti agama, namun dia juga bicara
tentang Thian (Tuhan Yang Maha Esa). Tuhan ini digambarkan sebagai sesuatu yang
tidak terlihat dan tidak dapat pula didengar oleh manusia. Khonghucu juga
memberikan isyarat kepada pengikutnya agar sesuatu yang tidak terlihat dan
tidak terdengar itu (Thian) haruslah
diakui.
Dalam kitab ini Khonghucu
juga bicara tentang kuncu atau
susilawan atau gentlemen. Khonghucu
dalam hal ini membedakan antara kuncu
dengan orang-orang yang rendah budi. Menurutnya kuncu itu hidup dalam tengah sempurna, sedangkan orang yang rendah
budi atau tidak bersusila menentang tengah sempurna . seorang kuncu hidup dalam tengah sempurna karena
ada yang diseganinya, sedangkan orang yang rendah budi tidak tidak ada satu pun
yang diseganinya.[6]
Disamping bicara mengenai
tuhan dan manusia yang susila (kuncu),
kitab ini juga membicarakan tentang keperwiraan, ajaran-ajaran etika, keimanan,
jalan suci Tuhan Yang Maha Esa, dan hukum-hukum yang ada didalam nya.
c. Kitab Lun Yu
Kitab Lun Yu ini juga dikenal sebagai kitab kumpulan atau Lun Gi atu dalam bahasa inggris dikenal
dengan The Analects. Kitab ini
merupakan kumpulan tulisan yang dilakukan oleh murid-murid Khonghucu setelah
beliau wafat.[7]
Berbeda dengan kitab Thai Hak dan Tiong Young, kitab ini tidak ditulis bab
per bab, tetapi jilid per jilid. Kitab ini dibagi dalam 20 jilid, dan diletakan
setelah kitab Thai Hak dan Tiong Young dalam kitab Su Si.
Secara khusus dapat
dikatakan bahwa kitab Lun Yu
berisikan hal-hal yang berhubungan dengan pembicaraan dan nasehat yang
diberikan oleh Khonghucu yang brkaitan dengan kondisi masa itu. Sedangkan
secara umum kitab ini berisikan sebagai berikut:
1
|
Hak Ji (belajar)
|
11
|
Sian Cien (yang maju)
|
2
|
Wi Cing (pemerintahan)
|
12
|
Gan Yan (nama)
|
3
|
Pat Let (tarian atau seni)
|
13
|
Cu-Lu (nam)
|
4
|
Li Jen (cinta kasih)
|
14
|
Hian Bun (bertanya)
|
5
|
Kong-Yu Tiang (nama)
|
15
|
Wee Ling Kong (nama)
|
6
|
Young Ya ( nama)
|
16
|
Kwi Si (nama)
|
7
|
Sut Ji (penerus)
|
17
|
Yang Ho (nama)
|
8
|
Thai Pik (nama)
|
18
|
Bi Cu (nama)
|
9
|
Cu Han (jarang)
|
19
|
Cu Tiang (nama)
|
10
|
Hiang Tong (kampung)
|
20
|
Giau Wat (berkata)
|
d. Kitab Bing Cu
Kitab ini terdiri dari 7
jilid, kitab ini merupakan kumpulan ajaran dan percakapan Mencius atau Bing Cu
dalam menjalankan kehidupan masa itu dengan menegakan ajaran-ajaran Khonghucu.
Pendirian Mencius adalah mengungkapkan cinta kasih dan kebenaran menebarkan
jalan suci, kebajikan, dan mengakui Tuhan Yang Maha Esa (Thian).[8]
Kitab ini diberi nama kitab
Bing Cu, karena bagian pertama dari
kitab ini membicarakan Bing Cu
menemui raja Hwi dari negeri Liang. Bagian pertama dari kitab ini
juga banyak membicarakan Bing Cu
dengan raja Hwi. Bing Cu dalam hal menyebarkan dan menjelankan ajaran Khonghucu
ke negeri Liang. Tidak mempersoalkan
berapa besar materi yang diberikan oleh raja Hwi kepadanya, namun yang ia
harapkan hanyalah cinta kasih dan kebenaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa
sebagian besar kitab ini berisikan pembicaraan Bing Cu dengan para raja yang hidup pada masa itu.
2.
Ngo King (Lima
Kitab)
Di samping kitab Su Si yang telah dijelaskan di atas,
umat Khonghucu juga meyakini kitab-kitab
klasik lainnya sebagai kitab suci bagi agamanya.kitab-kitab tersebut
adalah Ngo King (lima kitab) dan Hau King (kitab bakti). Pada masa
dinasti Han (206-221 M), kumpulan kitab dengan enam buah karya utama ini
dianggap telah disusun dan disunting oleh Khonghucu (551-479 SM). Keenam karya
utama itu adalah sebagai berikut.[9]:
1.
Si King atau kitab sajak.
Kitab ini berisikan kumpulan
sajak atau nyanyian yang bersifat lagu rakyat yang berasal dari berbagai
negeri.
2.
Su King atau kitab dokumentasi.
Yaitu kitab yang berisikan
teks-teks dokumentasi sabda, pengaturan, nasihat, maklumat para nabi dan
raja-raja suci purba. Kitab yang tertua berasal dari zaman sekitar abad ke 23
SM. Dan yang terakhir berasal dari zaman pertengahan dinasti Ciu, sekitar abad
ke-6SM.
3.
Yak King atau kitab wahyu tentang
perubahan.
Isi kitab ini mengungkapkan
kejadian, perubahan, dan segala sesuatu tentang semesta alam, hidup manusia,
atau segala peristiwanya. Teks pokoknya ditulis oleh nabi Ki Chiang dan Ciu
Kong yang hidup sekitar abad ke-12 SM. Dan penjelasannya ditulis oleh
Khonghucu.
4.
Lee King
Yaitu kitab suci yang membahas
mengenai kesusilaan dan peribadatan.
5.
Chun Chiu King.
Yaitu kitab yang membahas sejarah
zaman Chun Chiu, yang ditulis oleh Konfusius atau Khonghucu beserta tiga kitab
tafsir dan penjebarannya.
6.
Hau King atau kitab bakti.
Kitab ini ditulis oleh Cingcu
yang mencatat ajaran laku bakti yang diterima dari guru nya yaitu Khonghucu.
Kitab ini berisikan makna laku bakti. Serta kewajiban menjalankan nya.
B.
Perbandingan Kitab
Agama Khonghucu dengan Kitab Agama Buddha
Ajaran
agama Buddha bersumber pada kitab Tripatika yang merupakan kumpulan
khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang
Budhha dengan para siswa atau
pengikutnya. Kemudian oleh para pengikutnya tersebut di bagi menjadi kepada
tiga kelompok besar yang dikenal dengan Pitaka atau keranjang yaitu Vinaya pitaka, Suttra pitaka, dan
Abidharma pitaka.[10]
Walaupun
sang guru (Sidarta Gaotama) tidak meninggalkan catatan tertulis tentang
ajaran-Nya, murid-murid Nya yang terkemuka melestarikannya dengan jujur secara
ingatan dan menurunkannya secara oral dari generasi ke generasi.[11]
Secara historis
of created, kedua kitab ini menempuh cara pengambilan yang hampir mirip
yaitu mencatat semua perkataan, nasehat, ataupun peasan-pesan yang pernah
dikatakan oleh nabi masing-masing atau yang mereka anggap sebagai panutan bagi
mereka. Selain itu secara substansial inti dari ajaran kedua kitab agama ini
mempunyai titik persamaan yaitu dalam etika menjalani hidup, konsep ketuhanan
beserta bimbingan-Nya. Meskipun dalam beberapa persamaan tersebut kita tidak
dapat mempersamakannya secara komperhensif, karena pasti ada perbedaan satu
sama lain.
C.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas, disimpulkan bahwa kitab-kitab yang dijadikan tuntunan oleh umat
Khonghucu, dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu (a) Ngo King, (b) Su Si, (c) Hau King. Dari ketiga kelompok kitab
tersebut, yang sering dipakai dalam berbagai macam upacara keagamaan adalah
kitab Su Si.
Adapun
jika kita meninjau kepada kitab agama lain misalkan kitab dalam agama Buddha,
keduanya memiliki perasamaan yaitu dalam sistem penulisan yang bersumber dari
nabi masing-masing. Selain itu kitab dalam agama Buddha juga terbagi kedalam
tiga kelompok besar yaitu: (a) Vinaya
pitaka, (b) Suttra pitaka, dan
(c) Abidharma pitaka. Meskipun secara
substansial keduanya terdapat persamaan dan perbedaaan.
[1] Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, (Terj).
(Jakarta: Gramedia, 1988), hlm: 67
[3]
Sutradharma Tj. Sudarman, Menjalani Kehidupan Buddhisme, Confucianisme dan
Taonisme, hlm: 177
[4] Ihsan
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama
Khonghucu di Indonesia, Jakarta: Pelita Kebajikan, hlm: 29
[5] Ihsan
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, Jakarta:
Pelita Kebajikan, hlm: 29
[6] Ihsan
Tanggok, Upacara Kematian dalam
Masyarakat Cina di Indonesia (Skripsi), Fakultas Ushuluddin.
[7]
Sutradharma Tj. Sudarman, Menjalani Kehidupan Buddhisme, Confucianisme dan
Taonisme, hlm: 116
[8]
Sutradharma Tj. Sudarman, Menjalani Kehidupan Buddhisme, Confucianisme dan
Taonisme, hlm: 177
[9] Iwan
Fridolin, Cendikiawan dan Sejarah:
Tradisi Kesustraan cina, (Jakarta: Fakultas Sastra UI, 1998), hlm: 34.
[10] Mukti
Ali, Agama-Agama Di Dunia, (Yogyakarta: PT. Hanindita, 1988), hlm: 112
[11] Sri
Dhammananda, Keyakinan Umat Buddha, (Jakarta: Karaniya, 2007), hlm: 88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar