SHOLAT JENAZAH
A.
Pendahuluan
Salah satu kajian fiqih yang paling
sering dipraktekkan ditengah-tengah masyarakat adalah kajian masalah
shalat jenazah, kita memandang dari aspek teori shalat jenazah merupakan salah
satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan bahkan kita menyepelekan
masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek praktek masih banyak
kesalahan- kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam masalah pengurusan
jenazah. Karena teori dengan praktek dilapangan sangatlah berbeda, apalagi saat
menjalani pratek kita harus mempersiapkan segala macam, dari segi peralatan dan
mental kita. Untuk itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema yang berkaitan
dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya
menyolatkan jenazah dengan baik dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga
membahas bagaimanaapa pengertian shalat jenazah itu sendiri, keutamaan-keutamaan
dalam shalat jenazah, hukum sholat jenazah berdasarkan menurut hadist,
syarat-syarat menyolatkan jenazah, rukun-rukun yang benar dalam melaksanakan
sholat jenazah, dan yang terakhir ialah bagaimana hukumnya menyolatkan orang
yang matinya syahid diperbolehkan ataukah tidak. Tujuan penyusunan makalah
tersebut adalah untuk memberikan wawasan kepada masyarakat khususnya bagi
mahasiswa tentunya dalam masalah cara menyolatkan jenazah, sehingga
dapat meminimalisir kesalahan dan ketidak tahuan dalam masalah menyolatkan
jenazah.
B.
Pembahasan
1.
Hukum
shalat jenazah
Shalat
jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yg hidup. Jika telah
dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yg lain.
Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun dan sunnah serta keutamaan
sebagaimana akan kami sebutkan.[1]
Dari Salamah bin Al-Akwa:
عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ اْلاَ كْوَ عِ : كُنَّا جُلُوْ سًا عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّلى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِ ذْ اُ تِىَ بِجَنَا زَ ةٍ قَا لَ : صَلُّوْ ا عَلَى
صَا حِبِكُمْ.
رواه البخا رى.
Dari Salamah bin Al-Akwa’,”pada
suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat,
beliau berkata kepada kami, ‘shalakanlah teman kamu’.’(riwayat Bukhari).
2.
Keutamaan
Shalat Jenazah
Imam
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Khabab , ia berkata bahwasanya
Rasullah bersabda :
مَنْ
تَبِعَ جَنَا زَةً وَصَلَّللى عَاَيْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا طٌ وَ مَنْ تَبِعَهَا
حَتَّى يُفْرَ غَ مِنْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا طَا نِ, أَ صْغَرَ هُمَا مِثْلُ أُحُدٍ
أَ و أَ
حَدَهُمَا مِثْلُ أُحُد
“ Siapa yang mengantar jenazah dan
menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa mengantar jenazah samapai selesai
(proses pemakaman), maka baginya dua qirath. Yang paling kecil adalah seperti
gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah seperti gunung Uhud.”
Ibnu
Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah untuk menanyakan kebenaran perkataan
Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari rumah Aisyah, Khabab bercerita bahwa
apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar. Mendengar apa yang dikatakan Khabab,
Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah kehilangan banyak kesempatan untuk
mendapatkan beberapa qirath.
Dari
Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya meninggal di Qalid atau ‘Usfan dan
yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang , Rasullah bersabda :
مَنْ
خَرَ جَ مَحَ جَنَا زَ ةٍ مِنْ بَيْتِهَا وَ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ تَبِعهَا
حَتَّلى تُدْ فَنَ.كَانَ لَهُ قِيْرَ ا طَا نِ مِنْ أَ جْرٍ,كُلُّ
قِيْرَ ا طٍ مِثْلُ أُ حُدٍ, وَ مَنْ صَلَّى غَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ كَا نَ لَهُ
مِثْلُ أُ حُدٍ
“ Tidaklah seorang
muslim mati lalu jenazahnya di shalatkan empat puluh orang laki-laki yang tidak
menyekutukan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepadanya lantaran
mereka.”
3.
Syarat
Shalat Jenazah
Shalatnya
jenazah sebagaimana redaksi shalat lainnya. Shalat jenazah juga memilki
beberapa syarat sebagaimana syarat dalam melaksanakan shalat fardhu[2]
yaitu :
1.
Badannya suci, suci dari hadats
kecil dan besar
2.
Menghadap ke kiblat
3.
Menutupi aurat
4.
Dilakukan setelah mayat dimandikan
dan dikafani
Letak mayat itu sebelah kiblat
orang yang menyalatkan, kecuali kalau shalat itu dilaksanakan diatas kubur atau
shalat gaib. Yang membedakan shalat jenazah dengan shalat fardhu adalah bahwa
shalat jenazah tidak terikat waktu, shalat jenazah dilakukan kapan saja ketika
jenazah tiba, bahkan dalam waktu yang dilarang pun dapat melaksankan shalat
jenazah, menurut Imam Abu Hanifah dan Syafi’i. Menurut Imam Ahmad, Ibnu Mubarok
dan Ishak berpendapat bahwa melaksanakan shalat jenazah saat matahari terbit,
tepat berada diatas dan saat tenggelam, hukummnya makruh kecuali jika tubuh
dikhawatirkan akan membusuk.
4.
Rukun
Shalat Jenazah
1)
Niat
Allah SWT berfirman,
!$tBur
(#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9
©!$# tûüÅÁÎ=øèC
ã&s! tûïÏe$!$#
uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$#
(#qè?÷sãur
no4qx.¨9$#
4
y7Ï9ºsur
ß`Ï
ÏpyJÍhs)ø9$#
ÇÎÈ
“ Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”(Al-Bayyinah:5).
Niat letaknya ada dalam hati,
karenanya melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak diharuskan membaca bacaan
shalat jenazah.
2)
Berdiri bagi yang mampu
Dalam
pandangan mayoritas ulama, berdiri merupakan bagian dari rukun shalat jenazah.
Maka, jika ada yang melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka shalatnya
tidak sah, karena ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu
berdiri. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan Abu
Tsaur. Dan dalam hal ini, tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.[3]
Pada
saat berdiri hendaknya tangan kanan menggenggam tangan kiri. Ada juga yang
mengatakan tidak perlu. Tetapi sebagian besar lebih banyak menerima pendapat
yang pertama.
3)
Takbir sebanyak empat kali.
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir ra,
bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan emapt
takbir. Tirmizi berkata, shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang dilakukan
para sahabat dan yang lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat jenazah
dengan takbir empat kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik, Ibnu
Mubarak, Syafi’I, Ahmad dan Ishak.
4)
Mengangkat
dua tangan saat takbir
Mengankat
dua tangan saat shalat jenazah kecuali hanya pada takbir pertama.Karenanya,
takbir diberlakukan hanya pada saat takbiratul ihram, kecuali
jika berpindah dari rukun satu ke rukun lain sebagaimana yang berlaku dalam
shalat selain shalat jenazah. Sementara untuk shalat jenazah tidak
dikenal takbiratul intiqal (takbir yang menandakan perpindahan
antara satu rukun dengan rukun yang lain).[4]
5)
Membaca Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah
tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut ahli hadist).
6)
Membaca shalawat atas Rasulullah
SAW
Imam syafi’i berkata, sebagaimana
yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu memberitahukan kepadanya bahwa yang
disunahkan dalam melaksanakan shalat jenazah adalah hendaknya imam takbir, lalu
diiringi dengan membaca al-Fatihah setelah takbir yang pertama. Setelah itu
membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Dan membaca doa untuk jenazah pada
takbir selanjutnya yang disertai dengan keikhlasan.
7)
Doa kepada jenazah
Membaca doa setelah shalat jenazah
itu merupakan rukunnya.Dari HR.Muslim berkata, Rasulullah bersabda :
ا للَّهُمَّ ا غْفِرْ لَهُ وَ ا رْحَمْهُ وَعَا فِهِ وَأَكْرِ مْ
نُزُ لَهُ وَوَسَّعْ مُدْ خَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدٍوَنَقِّهِ
مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّ نَسِ وَأَ
بْدِ لْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ وَأَ هْلاً خَيْرًا مِنْ أَ هْلِهِ وَزَوْجًا
خَيْرً ا مِنْ زَ وْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِوَعَذَابَالنَّارِ
“ Ya Allah, ampunilah (dosanya),
sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya), muliakan tempatnya, luaskan jalan
masuknya, mandikan ia dengan air dan embun, bersihkan dirinya dari segala
kesalahan sebagaimana baju putih yang telah dibersihkan dari segala kotoran,
gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dan gantilah keluarganya dengan
keluarga yang lebih baik dan gantilah pasangannya dengan pasangan yang lebih
baik, juga selamatkan dari fitnah kubur dan siksa neraka.”
8)
Membaca doa setelah takbir keempat
Meskipun sudah membaca setelah
takbir ketiga, berdoa setelah takbir keempat juga dianjurkan. Hal ini
berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam dari Abdullah bin Aufa.Imam
syafi’i berkata, setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat membaca
doa,
اللَّهُمَّ
لاَ تَحْرِ مْنَا أَ جْرَ هُ وَ لاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَاوَلَهُ
“ Ya Allah, jangalah Engkau
halangi (tutupi) kami dari mendaptkan ganjarannya, janganlah Engkau beri
kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia”(Riwayat Hakim).
Ibnu Abu Hurairah berkata,
orang-orang masa dulu setelah takbir keempat sering kali membaca.
ãök¤¶9$# ãP#tptø:$# Ìök¤¶9$$Î/ ÏQ#tptø:$# àM»tBãçtø:$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 Ç`yJsù 3ytGôã$# öNä3øn=tæ (#rßtFôã$$sù Ïmøn=tã È@÷VÏJÎ/ $tB 3ytGôã$# öNä3øn=tæ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÒÍÈ
“ Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksa neraka” inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang
muslim.”(Al- Baqarah;201).
9)
Salam
Ibnu
Mas’ud berkata, salam dalam shalat jenazah sama halnya dengan salam dalam
shalat yang lain. Adapun lafal salam yang paling sederhana adalah “as-Salamualaikum
Warahmatullahhiwabara’katuh.”[5]
5.
Cara
Menyalati Jenazah
Posisi
imam saat menyalati jenazah perempuan dan lelaki. Diantara cara yang diajarkan
Rasulullah saw. Bagi imam dalam meyalati jenazah lelaki adalah hendaknya berada
persis di bagian kepala jenazah. Dan untuk jenazah perempuan, hendaknya imam
berada di bagian tengah (perut).
Sebagai landasan atas hal ini
adalah sebuah hadits yang bersumber dari Anas ra.bahwasanya ada seseorang yang
melakukan shalat tepat dibagian kepalanya. Setelah jenazahnya dipangkat,
kemudian di datangkan dengan jenazah perempuan dan ia merubah posisinya tepat
di bagian tengah jenazah.(HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
6.
Hukum
menyalati orang yang mati syahid
Syahid adalah orang yang meninggal
dunia ditangan-tangan orang-orang kafir saat peperangan. Ada beberapa hadits
yang dengan jelas menyatakan bahwa orang yang syahid tidah perlu dishslati.[6] Di
antaranya adalah;
1.
Imam Bukhari meriwayatkan dari
Jabir bahwasannya Rasulullah saw.memerintahkan untuk mengebumikan para sahabat
yang meninggalkan dunia saat perang Uhud dengan darah mereka, tidak dimandikan
dan tidak dishalati.
2.
Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmmidzi
meriwayatkan dari Anas ra.bahwasannya mereka yang syahid di bukit Uhud tidak
dishalati , jenazahnya langsung dikebumikan dengan darahnya dan juga tidak
dimandikan.
Adapun juga beberapa hadist yang
menjelaskan bahwa jenazah para syuhada tetap dishalati. Di antaranya adalah:
1.
Imam Bukhari meriwayatkan dari
Uqbah bin Amar bahwasannya rasulullah saw.pernah keluar lalu beliu melakukan
shalat untuk mereka yang gugur dibukit Uhud sebagaimana beliu shalat jenazah
setelah delapan tahun berlalu layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada
orang yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal dunia.
2.
Dari Abu Malik al-Ghifari, ia
berkata, “mereka yang terbunuh pada saat perang Uhud sebanyak sembilan orang,
sepuluh dengan Hamzah. Mereka dihadapkan kepada Rasulullah saw.lalu di
datangkan sembilan jenazah yang lain, sementara jenazah Hamzah dibiarkan pada
tempat semula.[7]
Kemudian Rasulullah
saw.melaksanakan shalat untuk ke sembilan jenazah tersebut.”HR.Baihaki.
7.
Analisis
Dengan
melihat kontrakdisi pada masalah hukum menyalati orang yang mati Syahid itu
menurut analisis kami kedua-duanya baik dilakukan, karena baik menyolati maupun
tidak menyolati, kedua-duanya memiliki dasar yang bersumber dari rasullullah
saw.kami berpegang dari riwayat Ibnu Hazm yang menyatakan bahwasannya boleh
dilakukan dan boleh ditinggalkan. Jika ia menyolatkan orang-orang yang gugur
dalam peperangan. Ini juga salah satu riwayatkan dari Ahmad, dan dinilai
benar oleh Ibnu al- Qayyim.
Pendapat
ini mengompromikan nash-nash yang shahih. Selain itu dalam kitab Al-Umm,
Imam Syafi’i menyatakan bahwasannya ada beberapa hadist yang seakan-akan hadist
ini mutawatir, bahwa Rasulullah saw.tidak menyolati mereka yang syahid di
perang uhud. Adapun hadist yang berasal dari Uqbah bin Amir, bahwa peristiwa
tersebut terjadi setelah delapan tahun berlalu. Lebih lanjut Imam Syafi’i
berkata: “seakan-akan rasulullah saw. Mendoakan saat itu mendoakan dan meminta
ampuna untuk mereka setelah beliau akan wafat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
menyolatkan dan tidak menyolatkan orang yang mati syahid ssemuanya boleh
dilakukan sesuai kehendaknya.
KESIMPULAN
Shalat
Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka didak
ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan
jenazah tersebut. Kemudian shalat jenazah sudah ada syarat dan rukun-rukunnya
yang berpegang pada dasar-dasar sunnah Rasulullah saw. Selain itu bahwa
menyolatkan jenazah yang matinya syahid boleh dan tidak disholatkan karena
Rasulullah pernah mengerjakan kedua-duanya, pernyataan ini didasarkan pada
hadist-hadist yang ada, kemudian telah diamati bahwa nash-nashnya shahih.
Daftar Pustaka
1.
Malik Kamal bin as-Sayyid
Salim,Abu. 2006. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka at-Tazkia.
2.
Nasiruddin Al-Albani, Muhammad. 2008.
Fikih Sunnah. jilid 2. Jakarta: PT. Cakrawala.
3.
Rasyid, Sulaiman. 1986. Fiqih
Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
[1] Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka
at-Tazkia. 2006. hal. 47
[2] Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka
at-Tazkia. 2006. hal. 49
[3]Nasiruddin
Al-Albani, Muhammad. Fikih Sunnah. jilid 2. Jakarta: PT. Cakrawala. 2008.
hal. 85
[4] Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka
at-Tazkia. 2006. hal. 53
[6] Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka
at-Tazkia. 2006. hal. 55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar