STUDI KRITIS SANAD DAN MATAN HADIS
A.
Pendahuluan
Dalam literatur
Islam, dikenal terminologi al-hadits yang sering diberi arti yang sama
dengan al-sunnah. Karena itu, kedua kata ini biasa dipakai secara
bergantian.[1] Dalam pemakaian yang populer, kata al-hadits,
sebagaimana halnya al-sunnah dipahami sebagai perkataan, perbuatan, dan
taqrir Nabi Muhammad saw. Al-hadits atau al-sunnah diakui sebagai
sumber atau dasar kedua dari ajaran Islam, mendampingi al-Quran. Untuk memahami
ajaran Islam dalam segala aspeknya tidak cukup hanya merujuk ayat-ayat al-Quran
saja, melainkan harus dilengkapi dengan rujukan al-hadits.
Akan tetapi kalau kita tinjau ulang
kembali secara mendalam, dalam hal ini terdapat perbedaan dalam segi
periwayatan meskipun keduanya merupakan sumber hukum islam. Al-quran semua
periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sehingga tidak
perlu dilakukan penelitian tentang keorisinilannya. Sedangkan hadits tidak
secara menyeluruh secara mutawatir karna ada sebagian hadits yang ahad,
sehingga diperlukan penelitian, terutama terhadap hadits ahad.
B.
Kegiatan
Takhrij
Hadis yang diteliti adalah hadis
yang berisi petunjuk tentang “Doa anak shaleh”. hadis yang akan akan dibahas
penuliis masalah hadis:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ
بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ[2]
Dalam melakukan kegiatan takhrij al-hadits,
penulis di samping menggunakan metode takhrij al-hadits bi lafazh
(penelusuran hadis melalui lafal), juga menggunakan metode takhrij al-hadits
bi al-maudlu’ (penelusuran hadis melalui topik masalah). Untuk kepentingan
takhrij al-hadits yang disebutkan pertama penulis merujuk kepada al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi dan untuk kepentingan takhrij
al-Hadits yang disebutkan terakhir, penulis merujuk kepada Miftah Kunuz
al-Sunnat. Kedua kitab kamus tersebut disusun oleh Dr. Arnold John Wensinck
(w. 1939) dan kawan-kawan.
Dari matan hadis yang dikutip di
atas, bila ditempuh metode Takhrij al-hadits bi al-fazh, maka penggalan
lafal-lafal (kata-kata) nya yang dapat ditelusuri adalah:
[3] ﺼﺎﻠﺡ - ﻋﻤﻞ - ﻮﻠﺪ Adapun
data yang disajikan oleh kitab al-Mu’jam lewat penelusuran kata ﻮﻠﺪ Adalah sebagai berikut:
وَلَدٍ صَالِحٍ
:
م ﻭﺼﻴﺔ
۱٤
ﺪ ﺃﺤﻜﺎﻢ ٣٦
ﻦ وﺼﺎﻴﺎ ٨
ﺤﻢ ٢ ٬ ٢٧٢
ﺪﯼ البلاغ ٥٨
Adapun usaha penulis dalam
menelusuri hadis tentang doa anak shaleh dengan menempuh metode takhrij
al-Hadits bi al-maudu’, tidak menemukan hadis diatas setelah melalui
penelusuran dari kitab Miftah Kunuz al-hadits. Dengan mencari tema dari
ﺼﺎﻠﺡ - ﻋﻤﻞ - ﻮﻠﺪ.
Berikut ini penulis menggunakan
riwayat-riwayat hadis tersebut dari setiap mukharrij berdasarkan naskah
aslinya.
Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya
Muslim:
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ هُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ[4]
Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya
Abu Daud:
حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ
بْنُ سُلَيْمَانَ الْمُؤَذِّنُ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ سُلَيْمَانَ يَعْنِي ابْنَ
بِلَالٍ عَنْ الْعَلاَءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أُرَاهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ
مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَه[5]
Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya
Ahmad bin Hambal:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ
بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ أَنْبَأَنَا الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا
مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ[6]
Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya
Nasai’:
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ
بْنُ حُجْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ[7]
Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya
darimi:
حَدَّثَنَا مُوسَى
بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَدَنِيُّ عَنْ الْعَلَاءِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ
إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ صَدَقَةٍ تَجْرِي لَهُ أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ[8]
[1]
Dalam pengertian ini, ‘Ajjaj al-Khathib menyatakan bahwa, secara terminologis,
kata hadis adalah sinonim dari kata sunnah. Keduanya diberi arti “segala
sesuatu yang diambil dari Rasul SAW. baik sebelum maupun sesudah diangkat
menjadi Rasul”. Lihat M. ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, Terj. HM.
Qodirun Nur dan A. Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hal. 8. Lihat juga Shubhi al-Shalih, ‘Ulum
al-Hadits wa Mushthalahuh, (Beirut: Dar al-‘Ilm Lil-Malayin, 1988), hal.
3.
[2]
Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi (selanjutnya disebut sebagai Muslim),
al-Jam’ al-Shahih (Shahih Muslim), Maktabah Dahlan, Indonesia,
(tth), Juz I, h 1255.
[3]
A.J Wensinck, Tarjamah oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, al-Mu’jam
al-Mufahras, Juz VII, h. 314
[4]
Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi (selanjutnya disebut sebagai Muslim),
al-Jam’ al-Shahih (Shahih Muslim), Maktabah Dahlan, Indonesia,
(tth), Juz I, h 1255.
[5] Sulaiman
bin al Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin Syadad (Abu Daud), Sunan Abu Daud, Maktabah
Dahlan, Indonesia, (tth), Juz II, h 1285.
[6]
Abd ‘Abd Allah Ahmad bin Hanbal (selanjutnya disebut Ahmad bin Hanbal), Musnad
Ahmad bin Hanbal, al-Maktabah al-Islami, Beirut, Juz III, h 35.
[7] Ahmad
bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr (Nasa’i), Sunan Nasa’I, al-Maktabah
al-Islami, Beirut, Juz II, h 75.
[8] Abdullah
bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram bin Abdush Shamad (ad-Darimi), Sunan
ad-Darimi, al-Maktabah al-Islami, Beirut, Juz VI, h 145.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar